Rabu, 18 Desember 2013

Hewan yang tepat mengajarkan balita menjadi anak yang sehat, lembut, penuh kasih dan bertanggung jawab. Memilih binatang peliharaan butuh pertimbangan yang matang. Berikut adalah pedoman memilih hewan yang tepat untuk dipelihara.

Betsy Saul, pendiri Petfinder.com, sebuah website penyedia informasi bagi calon pembeli atau pengadopsi hewan, memberikan sejumlah saran bagi yang ingin punya hewan peliharaan :
  1. Pertimbangkan KESEHATAN HEWAN yg DI BELI. Tanyakan silsilah atau riwayat kesehatan binatang yang akan Anda beli. Apakah ia sudah divaksinasi atau belum. 
  2. ALOKASI WAKTU. Apakah Anda menghabiskan banyak waktu Anda di kantor atau sering bepergian? Anjing, contohnya, membutuhkan banyak interaksi. Anda harus meluangkan waktu untuk mengajak mereka jalan-jalan atau paling tidak bermain selama 2-3 kali seminggu. Namun, kalau Anda tipe sibuk, lebih baik Anda pilih kucing, kelinci, atau ikan yang tidak butuh banyak interaksi dengan manusia.
  3. USIA HEWAN. Anak kucing atau anak anjing memang lucu dan menggemaskan. Namun, kembali lagi pada kebutuhan Anda. Bayi kucing dan anjing butuh perawatan ekstra dan mereka rentan terserang penyakit. Sementara itu, hewan yang sudah dewasa relatif tidak membutuhkan banyak perawatan dan umumnya mereka sudah terlatih. Misalnya, bisa pup (buang air) sendiri di baki pasir yang sudah disiapkan atau mendeteksi orang asing.
  4. KAREAKTERISTIK HEWAN Peranakan atau silsilah juga menentukan karakter hewan. Contohnya, anjing jenis Jack Russells punya energi yang tinggi dan amat aktif, sedangkan anjing Basser Hounds cenderung pemalas.
  5. PERIKSAKAN ALERGI PADA ANAK. Ini hal yang paling penting. Anda, suami, dan anak-anak, pasti punya alergi masing-masing. Jangan sampai setelah membawa pulang peliharaan, ada anggota keluarga yang tidak suka atau alergi. Otomatis mereka tidak akan bisa ikut merawat peliharaan.
Berikut adalah jenis hewan yang aman dan lazim di pelihara dalam keluarga:
  • Anjing. Tepat untuk keluarga yang memiliki banyak waktu luang, taman atau rumah yang cukup luas untuk anjing bergerak, cocok untuk anak usia berapapun. Pilih jenis: Golden Retriever dan Pudel. Perawatan: Membutuhkan kasih sayang dan olahraga teratur, dibawa ke dokter hewan untuk check-up 1 bulan sekali, perawatan ke salon hewan sesekali dan diberi makan 2-3 kali sehari.
  • Kucing. Tepat untuk keluarga yang memiliki ruang tidak terlalu besar. Pilih jenis: Persia, tergolong jinak dan mudah patuh. Perawatan: Membutuhkan penggantian tempat tidur setiap hari, demi antisipasi toxoplasma. Beri kucing makan 2-3 kali sehari.
  • Ikan. Tepat untuk bayi dan balita, serta kondisi rumah apapun. Pilih jenis: Ikan hias air tawar, seperti ikan mas koki atau cupang yang beraneka ragam warnanya. Perawatan: Tidak berlebihan memberikan makanan karena sisa makanan dapat mengotori air dan bisa menjadi racun bagi ikan. Berikan vitamin khusus ikan yang diteteskan ke air aquarium satu minggu sekali.
  • Kelinci. Tepat untuk keluarga yang memiliki taman luas dan memiliki anak usia 1 tahun ke atas. Pilih jenis: Kelinci jenis apapun boleh dipilih, seperti Rex, Lop, English Spot, Herlequin, atau m.Tan. Pilih kelinci di atas usia 3 bulan, pencernaan dan daya tahan tubuhnya sudah cukup sempurna. Perawatan: Selalu berikan sayuran segar. Khusus anak kelinci, tidak perlu diberikan air minum atau wortel yang banyak karena mengandung air. Berikan jerami agar kelinci hangat.
  • Guinea Pig. Tepat untuk anak usia 3 tahun ke atas. Perawatan: Butuh kandang yang cukup besar, lengkap dengan ventilasi agar bisa berjalan-jalan. Sertakan jerami atau robekan kertas pada kandang untuk menghangatkan, dan jangan lupa ganti setiap hari. Guinea Pig perlu memotong kuku setiap 4-6 minggu.
  • Burung. Tepat untuk anak usia 2 tahun ke atas. Namun hindari balita memegang burung sendirian. Tangannya masih belum lihai mengukur kekuatan menggenggam burung. Pilih jenis: kakak tua, kutilang, atau kenari karena perawatannya mudah dan rajin berkicau. Perawatan: Butuh kandang yang cukup untuk burung merenggangkan sayapnya dan bersihkan 2 kali dalam satu minggu. Hindari wadah makanan dan minumannya kosong. Jemur burung pada pagi hari, agar tubuhnya sehat.
  • HamsterBanyak orang tertarik untuk memelihara hamster karena jatuh cinta pada pandangan pertama. Biasanya kita tertarik pada hamster karena wajahnya yang lucu, bentuk tubuhnya yang mungil, tingkah lakunya yang menggemaskan. Perlu di ingat hamster tidak tahan panas, angin kencang, dan air.

Rabu, 20 November 2013

KERAJAAN HARU



KERAJAAN HARU
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Pada mulanya bangsa ini bernama Haru kemudian sering disebut dengan Haro dan akhirnya dinamai dengan suku bangsa Karo. Kerajaan Aru atau Haru merupakan sebuah kerajaan yang pernah berdiri di wilayah pantai timur Sumatera Utara sekarang. Nama kerajaan ini disebutkan dalam Pararaton (1336) dalam teks Jawa Pertengahan (terkenal dengan Sumpah Palapa) yang berbunyi sebagai berikut “Sira Gajah Mada pepatih amungkubumi tan ayun amukti palapa, sira Gajah Mada: Lamun huwus kalah nusantara ingsun amukti palapa, lamun kalah ring Gurun, ring Seram, Tañjungpura, ring Haru, ring Pahang, Dompu, ring Bali, Sunda, Palembang, Tumasik, samana ingsun amukti palapa” Bila dialih-bahasakan mempunyai arti : “Beliau, Gajah Mada sebagai patih Amangkubumi tidak ingin melepaskan puasa, Gajah Mada berkata bahwa bila telah mengalahkan (menguasai) Nusantara, saya (baru akan) melepaskan puasa, bila telah mengalahkan Gurun, Seram, Tanjung Pura, Haru, Pahang, Dompo, Bali, Sunda, Palembang, Tumasik, demikianlah saya (baru akan) melepaskan puasa. Sementara itu dalam Suma Oriental disebutkan bahwa kerajaan ini merupakan kerajaan yang kuat Penguasa Terbesar di Sumatera yang memiliki wilayah kekuasaan yang luas dan memiliki pelabuhan yang ramai dikunjungi oleh kapal-kapal asing. Dalam laporannya, Tomé Pires juga mendeskripsikan akan kehebatan armada kapal laut kerajaan Aru yang mampu melakukan pengontrolan lalu lintas kapal-kapal yang melalui Selat Melaka pada masa itu.
 Dalam Sulalatus Salatin Haru disebut sebagai kerajaan yang setara kebesarannya dengan Malaka dan Pasai. Peninggalan arkeologi yang dihubungkan dengan Kerajaan Haru telah ditemukan di Kota Cina dan Kota Rantang. Terdapat perdebatan tentang lokasi tepatnya dari pusat Kerajaan Haru.Winstedt meletakkannya di wilayah Deli yang berdiri kemudian, namun ada pula yang berpendapat Haru berpusat di muara Sungai Panai. Groeneveldt menegaskan lokasi Kerajaan Aru berada kira-kira di muara Sungai Barumun (Padang Lawas) dan Gilles menyatakan di dekat Belawan. Sementara ada juga yang menyatakan lokasi Kerajaan Aru berada di muara Sungai Wampu (Teluk Haru/Langkat).

Kerajaan Aru merupakan kerajaan tertua di sumatera utara,yang hingga kini keberadaannya masih menjadi tanda Tanya besar.menurut Muhammad yamin dalam “gajah mada pahlawan persatuan bangsa (2005)”,menyebutkan bahwaa kerajaan ini sangat menimbulkan kemarahan perdana menteri gajah madaa (1331-1346),karena angkatan bersenjata majapahit berkali kali gagal menundukkan kerajaan haru yang sanggup bertahan terhadap imperialism majapahit.kerajaanini terbagi kedalam beberapa periodesisasi ejarah,dimana keberadaan kerajaaan ini diawali pada abad ke 9 yang disebut dengan kerajaan aru besitang.
Melalui keturuna raja Aru besitang inilah kemudian berkembang berbagai kerajaan aru di pesisir timur sumatera utara,yaitu:kerajaan aru wampum sebagai kerajaan aru-II dan balun aru (aru deli tua) sebagai kerajaan aru-III (Admansyah,1989:16).kerajaan aru besitang (800-1024) M telah melakukan hubungan persahabatan dan dagang dengan negeri negeri di sekitarnya.berdasarkan tulisan adamansyah dalam butir butir sejarah suku melayu pesisir sumatera timur(1898),kerajaan aru bukanlah suatu kerajaan aggressor sehingga kerajaan ini mengutamakan persahabatan dengan kerajaan di sekitarnya.
Negeri-negeri Melayu dipaksa tunduk dibawah kuasa Singosari, seperti Melayu (Jambi) dan  Aru/Haru. Sementara dengan Champa, Singosari berhasil membangun aliansi melalui perkawinan politik. Pada abad ke-14, sebagaimana disebutkan dalam Negara Kertagama karangan Prapanca bahwa Harw (Aru) kemudian menjadi daerah vasal (bawahan) Kerajaan Majapahit, termasuk juga Rokan, Kampar, Siak, Tamiang, Perlak, Pasai, Kandis dan Madahaling.Memasuki abad ke-15 Haru tampaknya mulai muncul menjadi kerajaan terbesar di Sumatera dan ingin menguasai lalu lintas perdagangan di Selat Melaka. Munculnya utusan-utusan dari Kerajaan Aru pada 1419, 1421, 1423, dan 1431 di istana Kaisar China dan kunjungan Laksamana Cheng Ho yang muslim itu membuktikan pernyataan itu. Aru menjadi bandar perdagangan yang penting di mata kaisar China.Kaisar China membalas pemberian raja Aru dengan memberikan hadiah berupa kain sutera, mata uang (siling) dan juga uang kertas. Mengikut pendapat Selamat Mulyana, (1981:18) bahwa negeri-negeri di Asia Tenggara yang mengirim utusan ke China dipandang sebagai negeri merdeka. Hanya negeri yang merdeka saja yang berhak mengirim utusan ke negeri China untuk menyampaikan upeti atau persembahan/surat kepada Kaisar China.Oleh karena itu dapat dipastikan Kerajaan Aru pada abad ke-15 adalah negeri yang merdeka dan berusaha pula untuk mendominasi perdagangan di sekitar Selat Melaka.
 Oleh karena itu, Haru berusaha menguasai Pasai dan menyerang Melaka berkali-kali, sebagaimana telah disebut dalam Sejarah Melayu.Menurut Sejarah Melayu (cerita ke-13), kebesaran Kerajaan Haru sebanding dengan Melaka dan Pasai, sehingga masing-masing menyebut dirinya “adinda”. Semua utusan dari Aru yang datang ke Melaka harus disambut dengan upacara kebesaran kerajaan. Utusan Aru yang datang ke Istana China terakhir tahun 1431. Setelah itu tidak ada lagi utusan Raja Aru yang dikirim untuk membawa persembahan kepada Kaisar China. Hal ini dapat dipahami karena Aru pada pertengahan abad ke-15 sudah ditundukkan Melaka dibawah Sultan Mansyur Shah melaui perkawinan politik.Kekuatan Aru juga dilirik oleh Portugis untuk dijadikan sekutu melawan Melaka.  Akan tetapi hubungan Aru dengan Melaka tetap harmonis.


 Pada saat Sultan Melaka (Sultan Mahmud Shah) diserang oleh Portugis dan mengungsi di Bintan, Sultan Haru datang membantu Melaka.Sultan Haru (Sultan Husin) dinikahkan dengan putri sultan Mahmud Shah pada tahun 1520 M. Banyak orang dari Johor dan Bintan mengiringi putri Sultan Melaka itu ke Aru. Memasuki abad ke16 M, Kerajaan Aru menjadi medan pertempuran antara Portugis (penguasa Melaka) dan Aceh. Pasukan Aceh yang pada tahun 1524 berhasil mengusir Portugis dari Pidi dan Pasai kemudian menguber sisa-sisa pasukan Portugis yang lari ke Aru. Kerajaan Aru diserang Aceh sebanyak dua kali yakni pada bulan Januari dan November 1539.Aru berhasil dikuasai Aceh dan Sultan Abdullah ditempatkan sebagai Wakil Kerajaan Aceh di Aru. Ratu Aru melarikan diri ke Melaka untuk meminta perlindungan kepada Gubernur Portugis, Pero de Faria.
1.2 rumusan masalah
1.      Apa  sajakah latar belakang terbentuknya kerajaan Aru?
2.      Bagaimana perkembangan kerajaan Aru ?
3.      Bentuk bentuk sistem ekonomi ndansosial kerajaan Aru?
            1.3. tujuan penulisan
1.      Untuk mengetahui latar belakang terbentuknya kerajaan aru
2.      Mengetahui perkembangan kerajaan Aru



BAB II
PEMBAHASAN

2.1 SEJARAH KERAJAAN ARU
Kerajaan Aru merupakan kerajaan tertua di Sumatra Utara, yang kini keberadaannya masih menjadi tanda-tanda besar.Dalam perjalanan Marco Polo di tahun 1292 Kerajaan Aru tidak disebutkan, diindikasikan adanya 8 (delapan) kerajaan di Pulau Sumatera yang seluruh penduduknya penyembah berhala. Kunjungan ini bertepatan dengan pembentukan negara-negara pelabuhan Islam pertama. Beberapa kerajaan yang disebutkan Ferlec (Perlak), Fansur (Barus),Basman (Peusangan)-di daerah Bireuen sekarang- , Samudera (kemudian dikenal Pasai) dan Dagroian (Pidie). Tiga kerajaan lainnya tidak disebutkan. Sumber lain menambahkan Lambri (Lamuri) dan Battas (Batak).
Haru pertama kali muncul dalam kronik Cina masa Dinasti Yuan, yang menyebutkan Kublai Khan menuntut tunduknya penguasa Haru pada Cina pada 1282, yang ditanggapi dengan pengiriman upeti oleh saudara penguasa Haru pada 1295.Islam masuk ke kerajaan Haru paling tidak pada abad ke-13. Kemungkinan Haru lebih dulu memeluk agama Islam daripada Pasai, seperti yang disebutkan Sulalatus Salatin dan dikonfirmasi oleh Tome Pires. Sementara peduduknya masih belum semua memeluk Islam, sebagaimana dalam catatan d'Albuquerque (Afonso de Albuquerque) (Commentarios, 1511, BabXVIII) dinyatakan bahwa penguasa kerajaan-kerajaan kecil di Sumatera bagian Utara dan Sultan Malaka biasa memiliki orang kanibal sebagai algojo dari sebuah negeri yang bernama Aru.Juga dalam catatan Mendes Pinto (1539), dinyatakan adanya masyarakat 'Aaru' di pesisir Timur Laut Sumatera dan mengunjungi rajanya yang muslim, sekitar dua puluh tahun sebelumnya, Duarte Barbosa sudah mencatat tentang kerajaan Aru yang ketika itu dikuasai oleh orang-orang kanibal penganut paganisme. Namun tidak ditemukan pernyataan kanibalisme dalam sumber-sumber Tionghoa zaman itu.

Terdapat indikasi bahwa penduduk asli Haru berasal dari suku Karo, seperti nama-nama pembesar Haru dalam Sulalatus Salatin yang mengandung nama dan marga Karo. Pada abad ke-15 Sejarah Dinasti Ming menyebutkan bahwa "Su-lu-tang Husin", penguasa Haru, mengirimkan upeti pada Cina tahun 1411. Setahun kemudian Haru dikunjungi oleh armada Laksamana Chen Ho. Pada 1431 Cheng Ho kembali mengirimkan hadiah pada raja Haru, namun saat itu Haru tidak lagi membayar upeti pada Cina. Pada masa ini Haru menjadi saingan Kesultanan Malaka sebagai kekuatan maritim di Selat Malaka. Konflik kedua kerajaan ini dideskripsikan baik oleh Tome Pires dalam Suma Oriental maupun dalam Sejarah Melayu.
Pada abad ke-16 Haru merupakan salah satu kekuatan penting di Selat Malaka, selain Pasai, Portugal yang pada 1511 menguasai Malaka, serta bekas Kesultanan Malaka yang memindahkan ibukotanya ke Bintan. Haru menjalin hubungan baik dengan Portugal, dan dengan bantuan mereka Haru menyerbu Pasai pada 1526 dan membantai ribuan penduduknya. Hubungan Haru dengan Bintan lebih baik daripada sebelumnya, dan Sultan Mahmud Syah menikahkan putrinya dengan raja Haru, Sultan Husain. Setelah Portugal mengusir Sultan Mahmud Syah dari Bintan pada 1526 Haru menjadi salah satu negara terkuat di Selat Malaka. Namun ambisi Haru dihempang oleh munculnya Aceh yang mulai menanjak. Catatan Portugal menyebutkan dua serangan Aceh pada 1539, dan sekitar masa itu raja Haru Sultan Ali Boncar  terbunuh oleh pasukan Aceh. Istrinya, ratu Haru, kemudian meminta bantuan baik pada Portugal di Malaka maupun pada Johor (yang merupakan penerus Kesultanan Malaka dan Bintan). Armada Johor menghancurkan armada Aceh di Haru pada 1540.
Aceh kembali menaklukkan Haru pada 1564. Sekali lagi Haru berkat bantuan Johor berhasil mendapatkan kemerdekaannya, seperti yang dicatat oleh Hikayat Aceh dan sumber-sumber Eropa. Namun pada abad akhir ke-16 kerajaan ini hanyalah menjadi bidak dalam perebutan pengaruh antara Aceh dan Johor.
Kemerdekaan Haru baru benar-benar berakhir pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda dari Aceh, yang naik tahta pada 1607. Dalam surat Iskandar Muda kepada Best bertanggal tahun 1613 dikatakan, bahwa Raja Aru telah ditangkap; 70 ekor gajah dan sejumlah besar persenjataan yang diangkut melalui laut untuk melakukan peperangan-peperangan di Aru.Dalam masa ini sebutan Haru atau Aru juga digantikan dengan nama Deli. Wilayah Haru kemudian mendapatkan kemerdekaannya dari Aceh pada 1669, dengan nama Kesultanan Deli. Hingga terjadi sebuah pertentangan dalam pergantian kekuasaan pada tahun 1720 menyebabkan pecahnya Deli dan dibentuknya Kesultanan Serdang di tahun 1723.

2.2 KEBERADAAN KERAJAAN ARU(KARO)
Keberadaan Kerajaan Haru-Karo (Kerajaan Aru) mulai menjadi kerajaan besar di Sumatera, namun tidak diketahui secara pasti kapan berdirinya. Namun demikian, Brahma Putra, dalam bukunya "Karo dari Zaman ke Zaman" mengatakan bahwa pada abad 1 Masehi sudah ada kerajaan di Sumatera Utara yang rajanya bernama "Pa Lagan". Menilik dari nama itu merupakan bahasa yang berasal dari suku Karo. Mungkinkah pada masa itu kerajaan haru sudah ada?, hal ini masih membutuhkan penelitian lebih lanjut.Berdasarkan sejumlah literatur, pusat Kerajaan Aru dinyatakan berpindah-pindah. Sebagian menyebut di Telok Aru di kaki Gunung Seulawah (Aceh Barat), kemudian di Lingga, Barumun dan bahkan di Deli Tua, Kabupaten Deli Serdang. Namun demikian, aktivitas arkeologi yang telah dilakukan berkesimpulan bahwa pusat Kerajaan Aru berada di Kota Rentang (Hamparan Perak) di Kabupaten Deli Serdang dari abad ke-13 hingga 14 Masehi, sebelum akhirnya pindah ke Deli Tua dari abad 14 hingga 16 M akibat serangan dari Aceh. Hipotesa bahwa Kota Rentang adalah pusat Kerajaan Aru banyak didukung oleh faktor seperti jalur dari Karo Plateau maupun Hinterland menuju pantai timur yang terfokus pada Sei Wampu dan Muara Deli. Di kawasan itu juga ditemukan ragam keramik yang berasal dari China, Muangthai, Srilangka, serta koin atau mata uang Arab dari abad ke-13 hingga 14," katanya.
Temuan yang paling menakjubkan adalah ditemukannya batu kubur (nisan) yang tersebar di situs sejarah penting tersebut. Batu kubur yang terbuat dari batu cadas (volcanic tuff) yang ditemukan memiliki ornamentasi dalam berbagai ukuran dan sebagian bertuliskan Arab-Melayu dan banyak menunjukkan kemiripan dengan yang ditemukan di Aceh. Di rawa-rawa di kawasan yang sama juga ditemukan kayu-kayu besar yang diduga merupakan bekas istana Kerajaan Aru serta batu-batu besar yang diduga bekas bangunan candi. Juga ditemukan bongkahan perahu tua dengan panjang 30 hingga 50 meter yang menunjukkan bahwa Kota Rentang merupakan pusat niaga yang padat pada abad tersebut.
Kerajaan Haru-Karo diketahui tumbuh dan berkembang bersamaan waktunya dengan kerajaan Majapahit, Sriwijaya, Johor, Malaka dan Aceh. Terbukti karena kerajaan Haru pernah berperang dengan kerajaan-kerajaan tersebut. Kerajaan Haru pada masa keemasannya, pengaruhnya tersebar mulai dari Aceh Besar hingga ke sungai Siak di Riau.Terdapat suku Karo di Aceh Besar yang dalam bahasa Aceh disebut Karee. Keberadaan suku Haru-Karo di Aceh ini diakui oleh H. Muhammad Said dalam bukunya "Aceh Sepanjang Abad", (1981). Ia menekankan bahwa penduduk asli Aceh Besar adalah keturunan mirip Batak. Namun tidak dijelaskan keturunan dari Batak mana penduduk asli tersebut. Sementara itu, H. M. Zainuddin dalam bukunya "Tarich Atjeh dan Nusantara" (1961) mengatakan bahwa di lembah Aceh Besar disamping terdapat kerajaan Islam terdapat pula kerajaan Karo. Selanjunya disebutkan bahwa penduduk asli atau bumi putera dari ke-20 mukim bercampur dengan suku Karo. Brahma Putra, dalam bukunya "Karo Sepanjang Zaman" mengatakan bahwa raja terakhir suku Karo di Aceh Besar adalah Manang Ginting Suka.
Kelompok karo di Aceh kemudian berubah nama menjadi "Kaum Lhee Reutoih" atau Kaum Tiga Ratus. Penamaan demikian terkait dengan peristiwa perselisihan antara suku Karo dengan suku Hindu di sana yang disepakati diselesaikan dengan perang tanding. Sebanyak tiga ratus (300) orang suku Karo akan berkelahi dengan empat ratus (400) orang suku Hindu di suatu lapangan terbuka. Perang tanding ini dapat didamaikan dan sejak saat itu suku Karo disebut sebagai kaum tiga ratus dan kaum Hindu disebut kaum empat ratus.Dikemudian hari terjadi pencampuran antar suku Karo dengan suku Hindu dan mereka disebut sebagai kaum Ja Sandang. Golongan lainnya adalah Kaum Imeum Peuet dan Kaum Tok Batee yang merupakan campuran suku pendatang, seperti: Kaum Hindu, Arab, Persia, dan lainnya. Terdapat perdebatan tentang lokasi tepatnya dari pusat Kerajaan Haru. Winstedt meletakkannya di wilayah Deli yang berdiri kemudian, namun ada pula yang berpendapat Haru berpusat di muara Sungai Panai. Groeneveldt menegaskan lokasi Kerajaan Aru berada kira-kira di muara Sungai Barumun (Padang Lawas) dan Gilles menyatakan di dekat Belawan. Sementara ada juga yang menyatakan lokasi Kerajaan Aru berada di muara Sungai Wampu (Teluk Haru/Langkat).


2.3 PENGUASA KERAJAAN HARU
Didalam kerajaan aru munculnya Sejarah Melayu karya Tun Sri Lanang (1612) disebutkan bahwa Kerajaan Aru pada periode 1477-1488 dipimpin oleh Maharaja Diraja, putra Sultan Sujak “…yang turun daripada Batu Hilir di kota Hulu, Batu Hulu di kota Hilir”. Aru menyerang Pasai karena Raja Pasai menghina utusan Raja Aru yang ingin menjalin hubungan diplomatik dengan Kerajaan Pasai. T.Luckman Sinar (2007) menjelaskan bahwa Batu Hilir maksudnya adalah Batak Hilir dan Batu Hulu adalah Batak Hulu. Menurut beliau ada kesalahan tulis antara wau pada akhir “batu” dengan kaf, sehingga yang tepat adalah “…yang turun daripada Batak Hilir di kota Hulu, Batak Hulu, di kota Hilir.Dari nama-nama pembesar-pembesar Haru yang disebut dalam Sejarah Melayu, seperti nama Serbayaman Raja Purba, Raja Kembat, merupakan nama yang mirip dengan nama-nama Karo. Sebagaimana kita ketahui di Deli Hulu ada daerah bernama Urung Serbayaman, yang merupakan nama salah satu Raja Urung Melayu di Deli yang berasal dari Suku Karo.
Tetapi nama tokoh Maharaja Diraja anak Sultan Sujak masih perlu diperbandingkan dengan sumber lain untuk membuktikan kebenarannya. Sebutan Maharaja Diraja adalah sebuah gelar bagi seorang raja, bukan nama sebenarnya dan apakah Maharaja Diraja adalah Raja Aru yang pertama atau apakah itu gelar dari Sultan Sujak? Kedua pertanyaan ini sukar untuk memastikannya.Dalam catatan Dinasti Ming, disebutkan, pada 1419 anak Raja Aru bernama Tuan A-lasa mengirim utusan ke negeri China untuk membawa upeti.Nama tokoh inipun sukar mencari pembenarannya karena tidak ada sumber bandingannya dan apakah padanannya dalam bahasa Melayu atau Indonesia. Namun demikian, nama Sulutang Hutsin yang disebutkan dalam catatan Dinasti Ming dapat dianggap benar karena dapat diperbandingkan dengan Sejarah Melayu. Sulutang Hutsin adalah sebutan orang China untuk mengucapkan nama Sultan Husin.

Nama Sultan Husin juga telah disebut-sebut dalam Sejarah Melayu, yaitu sebagai penguasa Aru sekaligus menantu Sultan Mahmud Shah (Raja Melaka) yang terakhir 1488-1528. Disebutkan, Sultan Husin pernah datang ke Kampar bersama-sama dengan Raja-raja Melayu lainnya seperti Siak, Inderagiri, Rokan dan Jambi atas undangan Sultan Mahmud Shah yang ketika itu sudah membangun basis pertahanan di Kampar karena Melaka sudah dikuasai Portugis untuk membangun aliansi Melayu melawan Portugis. Berdasarkan keterangan itu dapat dikatakan bahwa nama Sultan Husin sebagaimana disebut dalam catatan China dan Sejarah Melayu secara historis dapat dibenarkan.

2.4 KEKUASAAN KERAJAAN ARU
Dilihat dari segi pencapaiannya  Kebesaran Kerajaan Aru mungkin tidak sebesar kerajaan Seriwijaya dan Majapahit, namun yang jelas Nagarakretagama menyebutkan bahwa Kerajaan “Halu” telah tunduk kepada Kerajaan Majapahit. Istilah “tunduk kepada Majapahit” di sini bisa bermakna bahwa Kerajaan Aru pernah menjadi sebuah kerajaan yang merdeka. Suma Oriental menyebutkan bahwa kerajaan ini merupakan “Penguasa Terbesar di Sumatra” yang memiliki wilayah kekuasaan luas dan memiliki pelabuhan yang ramai dikunjungi oleh kapal-kapal asing. Dalam laporannya, Tome Pires juga mendeskripsikan akan kehebatan armada kapal laut Kerajaan Aru yang mampu melakukan pengontrolan lalu lintas kapal-kapal yang melalui Selat Melaka masa itu. Dalam Sulalatus Salatin Haru disebut sebagai kerajaan yang setara kebesarannya dengan Malaka dan Pasai. Berikut uraian Nagarakretagama yang menguraikan tetang adanya kerajaan Aru yang telah tunduk kepada Majapahit; “Kemudian akan diperinci demi pulau negara bawahan, paling dulu Melayu: Jambi, Palembang, Toba dan Darmasraya. Pun ikut juga disebut Daerah Kandis, Kahwas, Minangkabau, Siak, Rokan, Kampar dan Pane Kampe, Haru serta Mandailing, Tamihang, negara perlak dan padang Lawas dengan Samudra serta Lamuri, Batan, Lampung dan juga Barus. Itulah terutama negara-negara Melayu yang telah tunduk. Negara-negara di pulau Tanjungnegara : Kapuas-Katingan, Sampit, Kota Ungga, Kota Waringin, Sambas, Lawai ikut tersebut. Kadandangan, Landa, Samadang dan Tirem tak terlupakan. Sedu, Barune, Kalka, Saludung, Solot dan juga Pasir Barito, Sawaku, Tabalung, ikut juga Tanjung Kutei. Malano tetap yang terpenting di pulau Tanjungpura”.
Sekarang ini, nama Kerajaan Aru seolah-olah hilang dan berita tentang kerajaan ini sangat minim terdengar, kalah pamor dengan kerajaan-kerajaan lain yang pernah jaya di Nusantara seperti Kerajaan Majapahit, Singasari, Mataram, Pasai, Pajajaran, Sriwijaya, dan lain-lain.Seperti halnya kerajaan-kerajaan Nusantara yang lainnya, pusat Kerajaan Aru ternyata berpindah-pindah. Berdasarkan sejumlah literatur, pusat Kerajaan Aru dinyatakan berpindah-pindah. Sebagian sumber menyebut pusat kerajaan ini berada di Telok Aru di kaki Gunung Seulawah, Aceh Barat), kemudian di Lingga, Barumun, dan bahkan di Deli Tua, Kabupaten Deli Serdang. Namun berdasarkan hasil penemuan arkeologi dapat disimpulkan bahwa pusat Kerajaan Aru berada di Kota Rentang (Hamparan Perak) di Kabupaten Deli Serdang dari abad ke-13 hingga 14 Masehi, sebelum akhirnya pindah ke Deli Tua dari abad 14 hingga 16 M akibat serangan dari Aceh.
Kronik Sejarah Dinasti Yuan menyebutkan bahwa Kubilai Khan pernah meminta kepada penguasa Kerajaan Aru untuk tunduk kepada Cina. Menanggapi pernyataan Kubilai Khan, penguasa Aru akhirnya berusaha menjalin kerjasama diplomatik dengan Cina. Kerjasama ini ditandai dengan pengiriman utusan ke Cina sebagai sebuah tanda bahwa Kerajaan Aru bersahabat dengan Cina. Pada zaman Majapahit sedang berkuasa di Jawa, Kerajaan Aru disebut  dalam Nagarakretagama berada di bahwa kekuasaan Majapahit (pada abad ke-14). Sejarawan dari Universitas Sumatera Utara, Tuanku Luckman Sinar, mengatakan, bahwa pada berikutnya, yakni abad ke-15 M, Kerajaan Aru merupakan kerajaan terbesar di Sumatra dan memiliki kekuatan yang dapat menguasai lalu lintas perdagangan di Selat Malaka. Dengan begitu, dapat disebutkan bahwa pada abad ke-15 kekuasaan Majapahit tengah melemah dan Kerajaan Aru berhasil melepaskan diri kekuasaan Majapahit.Kata-kata “Aru yang Bermusuhan” dalam Pararaton menerangkan kemungkinan hubungannya keberadaan Kerajaan Aru dengan ekpedisi Pamalayu yang dilakukan oleh Kertanegara pada 1292 M. Seorang kebangsaan Persia menyebutkan bahwa Aru pada 1310 M berhasil bangkit kembali menjadi kerajaan yang makmur (mungkin merdeka, bukan di bawah kerajaan lain). Kondisi ini ada hubungannya dengan yang terjadi di Jawa, yaitu runtuhnya Kerajaan Singasari dan mulai munculnya Kerajaan Majapahit; dan pada awalnya Kerajaan Majapahit belum melakukan ekspansi kepada Kerajaan Aru. Sedangkan pada 1365 M disebutkan bahwa Kerajaan Aru ditaklukkan oleh Majapahit. Pendapat yang menyebutkan tentang Kerajaan Aru pada 1365 M sebagai bagian dari taklukan Kerajaan Majapahit, tercatat dalam Nagarakretagama.


2.5 SISTEM SOSIAL, EKONOMI DAN 
      BUDAYA KERAJAAN HARU
 System ekonomi ,social, san ekonomi yang pada kerajaan Aru dan penduduknya adalah telah memeluk agama Islam, sebagaimana disebutkan dalam Yingyai Shenglan (1416). Dalam Hikayat Raja-raja Pasai dan dalam Sejarah Melayu, kerajaan tersebut diislamkan oleh Nakhoda Ismail dan Fakir Muhammad. Keduanya merupakan pendakwah dari Madinah dan Malabar, yang juga mengislamkan Merah Silu, Raja Samudera Pasai pada pertengahan abad ke-13. Oleh karena itu, dapat dipastikan agama Islam telah sampai ke Aru paling tidak sejak abad ke-13. Kesimpulan itu diperoleh berdasarkan data arkeologis berupa batu nisan Sultan Malikus Saleh di Geudong, Lhok Seumawe yang bertarikh 1270-1297, dan kunjungan Marcopolo ke Samudera Pasai tahun 1293. Kedua sumber itu sudah valid dan kredibel.Sumber-sumber China menyebutkan bahwa adat istiadat seperti perkawinan, adat penguburan mayat, bahasa, pertukangan, dan hasil bumi Kerajaan Aru sama dengan Kerajaan Melaka, Samudera dan Jawa. Mata pencaharian penduduknya adalah menangkap ikan di pantai dan bercocok tanam. Tetapi karena tanah negeri itu tidak begitu sesuai untuk penanaman padi,maka sebagian besar penduduknya berkebun menanam kelapa, pisang dan mencari hasil hutan seperti kemenyan. Mereka juga berternak unggas, bebek, kambing.
Peninggalan peninggalan arkeologi di Kota Cina menunjukkan wilayah Haru memiliki hubungan dagang dengan Cina dan India. Namun dalam catatan Ma Huan, tidak seperti Pasai atau Malaka, pada abad ke-15 Haru bukanlah pusat perdagangan yang besar. Agaknya kerajaan ini kalah bersaing dengan Malaka dan Pasai dalam menarik minat pedagang yang pada masa sebelumnya aktif mengunjungi Kota Cina. Raja-raja Haru kemudian mengalihkan perhatian mereka ke perompakan. Sebagian penduduknya juga sudah mengkonsumsi susu (maksudnya mungkin susu kambing).
 Apabila pergi ke hutan mereka membawa panah beracun untuk perlindungan diri. Wanita dan laki-laki menutupi sebagian tubuh mereka dengan kain, sementara bagian atas terbuka. Hasil-hasil bumi negeri itu mereka barter dengan barang-barang dari pedagang asing seperti keramik, kain sutera, manik-manik dan lain-lain. Dengan bukti-bukti itu secara tertulis, jelas Kerajaan Aru memang pernah wujud di Pantai Timur Sumatera paling tidak sejak abad ke-16.
2.6 BUKTI-BUKTI PENINGGALAN 
      KERAJAAN ARU
Pembuktian dari adanya peningggalan peninggalan dari sebuah kerajaan adalah haruslah dibuktikan dengan bukti-bukti kongkrit bekas peninggalan sejarah kerajaan tersebut. Dalam pemaparan sebelumnya telah dijelaskan bagaimana sejarah kerajaan Aru. Mulai dari kerajaan Aru itu dibentuk dan berkembang hingga akhirnya hancur dan berganti nama menjadi kerjaan Deli.Dalam pemaparan diatas dijelaskan bahawa pusat dari kerajaan Aru berpindah-pindah, mulai dari Kota Rentang hingga akhirnya di Deli Tua. Dalam bagian ini saya akan memaparkan beberapa bukti peninggalan dari kerajaan Aru. Bukti-bukti Arkeologis yang telah ditemukan dikota Rentang, seperti ditemukannya Batu Kubur (Nisan) yang trbuat dari Batu Cadas dengan ornamentasi Jawi dimana nisan sejenis ini juga banyak ditemukan di Aceh.  Hal ini mendukung bahwa saat kerajaan Aru berpusat di Kota Rentang, raja dan masyarakatnya menganut agama Islam.Tak hanya Batu Nisan saja, di daerah Kota Rentang ini juga ditemukan mata uang yang berasal di abad ke 13 hingga abad ke 14. Hasil penelitian di Kota Rentang memunculkan dugaan bahwa lokasi tersebut merupakan bagian dari jaringan pemukiman dan aktivitas perdagangan. Hal ini ditunjang oleh tinggalan arkeolog seperti keramik, tembikar, artefak batu, sisa-sisa tulang, dan juga mata uang serta batu nisan yang sebelumnya juga telah saya jabarkan. Beliau menyatakan bahwa kota rentang menjadi pusat perniagaan jkarena ditunjangnya dari peninggalan-peninggalan yang ada, seperti mata uang dan keramik serta tembikar.
Seperti kita ketahui bahwa keramik merupakan suatu komoditi dari luar Nusantara. Tak hanya sebatas mata uang, keramik, tembikar, batu nisan, ternyata di daerah kota Rentang juga ditemukan potongan kayu besar bekas kapal yang panjangnya antara 30 hingga 50 meter. Tak hanya itu didaerah rawa-rawa ditemukaan kayu-kayu besar yang diduga merupakan bekas istana Kerajaan Aru serta batu-batu besar yang diduga bekas bangunan candi. Aneka keramik yang ditemukan di kota Rentang berasal dari :
·           Dinasti Yuan pada abad ke 13 hingga abad ke 14.
·           Dinasti Ming pada abad ke 15.
·           Keramik Vietnam pada abad ke 14 hingga 16
·           Keramik Thailand pada Abad ke 14 hingga 16
·           Keramik Burama pada abad ke 14 hingga 16.
·           Keramik Khamer pada abad ke 12 hingga 14.
Dan nisan  nisan yang ditemukan bertuliskan syahdat namun tidak dibubui angka tahun.
Setelah membahas bukti peninggalan sejarah di pusat kota Rentang maka selanjutnya saya akan memaparkan bukti-bukti peninggalan kerajaan Aru yang terdapat di daerah Deli Tua.Deli Tua merupakan pusat terakhir kerajaan Aru. Di daerah ini juga banyak ditemukan bukti-bukti peninggalan sejarah Kerajaan aru. Bukti-bukti peninggalan kerajaan Aru di Deli Tua yang masi eksis hingga sekarang adalah Benteng pertahana kerajaan Aru, yang dikenal dengan sebutan Benteng Putri Hijau. Catatan resmi tentang benteng ini dapat diperoleh dari catatan P.J. Vet dalam bukunya Het Lanschap Deli op Sumatra pada tahun 1866-1867 maupun anderson pada tahun 1823. Dimana dalam catatan itu digambarkan bahewa di Deli Tua terdapat benteng tua berbatu yang tingginya mencapai 30 kaki dan sesuai untuk pertahanan.
 Tak hanya benteng pertahanan saja, menurut Pinto, penguasa Portugis di Malaka tahun 1512 hingga 1515 bahwa Aru mempunyai sebuah meriam besar yang dibeli dari seorang pelarian Portuggis. Temuan lain yang dapat ditemukan di daerah Deli Tua secara Umum dan di daerah sekitar Bententeng secara Khusus adalah mata uang Aceh. Dari penemuan itu maka terbuktilah bahwa saat itu kerajaan Aceh benar-benar menyerang Aru dengan taktik menyogok pengawal kerajaan dengan mata uang. Dan kisah yang menyatakan taktik kerajaan Aceh menyerang dengan menembakkan meriam berpeluru mata uang emas juga dapat dikatakan benar karena memiliki bukti nyata.







BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN

      Kerajaan Aru merupakan kerajaan tertua di sumatera utara,yang hingga kini keberadaannya masih menjadi tanda Tanya besar.menurut Muhammad yamin dalam “gajah mada pahlawan persatuan bangsa (2005)”,menyebutkan bahwaa kerajaan ini sangat menimbulkan kemarahan perdana menteri gajah madaa (1331-1346),karena angkatan bersenjata majapahit berkali kali gagal menundukkan kerajaan haru yang sanggup bertahan terhadap imperialism majapahit.kerajaanini terbagi kedalam beberapa periodesisasi ejarah,dimana keberadaan kerajaaan ini diawali pada abad ke 9 yang disebut dengan kerajaan aru besitang.
Melalui keturuna raja Aru besitang inilah kemudian berkembang berbagai kerajaan aru di pesisir timur sumatera utara,yaitu:kerajaan aru wampum sebagai kerajaan aru-II dan balun aru (aru deli tua) sebagai kerajaan aru-III (Admansyah,1989:16).kerajaan aru besitang (800-1024) M telah melakukan hubungan persahabatan dan dagang dengan negeri negeri di sekitarnya.berdasarkan tulisan adamansyah dalam butir butir sejarah suku melayu pesisir sumatera timur(1898),kerajaan aru bukanlah suatu kerajaan aggressor sehingga kerajaan ini mengutamakan persahabatan dengan kerajaan di sekitarnya.
Nama Kerajaan Aru sendiri pertama kali muncul dalam kronik Cina masa Dinasti Yuan, yang menyebutkan Kublai Khan menuntut tunduknya penguasa Haru pada Cina pada 1282, yang ditanggapi dengan pengiriman upeti oleh saudara penguasa Haru pada 1295. Kerajaan haru pun mempunyai suku suku seperti suku karo,suku pakpak,mandailing,toba dan lainnya.





3.2 SARAN
            Dengan mempelajari makalah tentang kerajaan aru diatas,maka kita dapat mengetahui hal hal sebagai berikut:
1.      Pentingnya sejarah kerjaan aru dalam masyarakat yang ada di sumatera utara
2.      Membangun kembali daerah daerah otonom dari kerajaan aru yang sempat diruntuhkan oleh kerajaaan majapahit
3.      Memfokuskan perjuangan untuk tujuan yang  konkret dan jelas dalam mengetahui kerajaan aru dan juga bagi semua etnis-etnis Indonesia lainnya, dan tetap didalam kerangka NKRI dengan semua aturan dan perundang-ungangannya dan perkembangannya.
4.      Pelestarianbudaya dan kultur Karo. Budaya dan kultur, pelestarian dan perkembangannya merupakan pertanda yang jelas adanya perkembangan atau kemajuan suatu masyarakat.









DAFTAR PUSTAKA
Putro, Brahmana. 1981.karo dari jaman ke jaman. Yayasan Massa.Medan
Azhari ,Ichwan ,Syaiful Syafri. 2009. Jejeak “sejarah dan kebudayaan melayu di Sumatera Utara”.  Cipta Mandiri, Medan
Sinar, Tengku Luckman. 2011.sejarah Medan tempoe doeloe.sinar budaya group.medan
http://google.com/2011/02/arkeologi situs kerajaan aru ,html(diakses pada tanggal 29 september 2013